Bangkinang adalah ibu kota Kabupaten Kampar,
Riau yang
berjarak 60 km dari Pekanbaru (ibu kota provinsi Riau). Sebagai ibu kota kabupaten yang
berdekatan dengan ibu kota provinsi dan menjadi daerah penghubung menuju Sumatera Barat.
Mayoritas penduduk Bangkinang beragama Islam. Daerah ini awalnya merupakan bagian
dari Sumatera Barat, namun setelah penjajahan Jepang, dengan pembagian distrik yang
ditentukan oleh Jepang, maka Bangkinang dipindahkan ke dalam Provinsi Riau bersama Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hulu.
Adapun salah satu rumah adat di
Bangkinang adalah rumah Lontiok.
Rumah
Lontiok
sendiri berasal dari bahasa daerah kampar timur, yaitu kalau diartikan kedalam
bahasa indonesia adalah rumah lengkung / bengkok. Lontiok memiliki bentuk
melengkung ke atas yang memiliki simbol untuk menghormati Tuhan / Allah.
Rumah Lontiok memiliki keunikan bentuk, serta memiliki nilai-nilai
simbolik yang terkandung pada rumah tradisional Lontiok. Pengolahan material,
pilihan bentuk, penggunaan ragam hias dan maknanya diduga berhubungan erat
dengan nilai adat serta nilai sosial masyarakat Kampar.
·
Fungsi Rumah Lontiok
Rumah
lontiok
sendiri biasanya dipergunakan masyarakat untuk berkumpul atau bermusyawarah
besar dengan melibatkan ninik mamak tokoh pemuda kampung Pulau Belimbing ini
sendiri. Tempat ini juga merupakan sebuah warisan budaya, cagar wisata yang
sangat berpotensi dalam mendatangkan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Rumah
Lontiok merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk
menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu,
ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak,
wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan
gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa.
|
Rumah Lontiok dengan Lumbung Padi di depannya
|
Selain itu, pembangunan Rumah
berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang
mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi
keyakinan masyarakat.
Rumah
Lontiok (uma lontiok) adalah salah satu Rumah Adat Daerah Riau, Indonesia yang terdapat
di Kabupaten Kampar. Rumah Lontiok yang dapat juga disebut Rumah
Lancang, dan Rumah Pencalang karena rumah ini bentuk atapnya melengkung keatas,
agak runcing. Sedangkan dindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding
mirip perahu atau lancang. Hal itu melambangkan penghormatan kepada Tuhan
dan-sesama. Rumah Adat Lontiok biasanya mempunyai anak tangga rumah hitungan
ganjil. Bentuk dinding Rumah yang miring keluar seperti miringnya dinding
perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk Rumah tersebut seperti
Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontiok
dipakai karena bentuk perabung (bubungan) atapnya melentik ke atas.
Rumah
Lontiok merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk
menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu,
ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak,
wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan
gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan
Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga
yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi
keyakinan masyarakat.
·
Bentuk
Ukiran Rumah Lontiok
Dinding
luar Rumah Lontiok seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang
tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan,
terkadang, disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat
seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak
semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang
atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan
sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan
beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Dasar
dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat
Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontiok) merupakan ciri khas arsitektur
Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar
merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah
Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio,
Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan
bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal
yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari
keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan
di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.
Dinding luar Rumah Lontiok
seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok
tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang, disambung dengan
ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok
tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan.
Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung
diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan
ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang
menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Dasar
dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat
Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontiok) merupakan ciri khas arsitektur
Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar
merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah
Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung ,
Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan
bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal
yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari
keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan
di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.
Pada masanya, Rumah Lontiok
hanya dibangun oleh orang kaya atau datuk (kepala suku), sementara masyarakat
biasa menggunakan Rumah Tiang Tinggi sebagai tempat tinggal. Bagi orang kaya,
Rumah Lontiok adalah sebuah kebanggaan dan simbol status dalam masyarakat.
Karena itu kepemilikan Rumah Lontiok bersifat terbatas, rumah ini dianggap
sakral oleh masyrakatnya.
Arsitektur
tradisional daerah Kampar mengandung berbagai nilai budaya yang khas yang
tercermin dari awal proses pembangunannya sampai selesai. Dalam bangunan
tersebut terkandung makna dan filosofi yang amat dalam kaitannya dengan
pembentukan watak dan sikap hidup masyarakatnya.
Struktur
bangunan Rumah Lontiok memiliki makna yang kesemuanya berkaitan dengan sistem
kekrabatan dalam masyarakat. Ia melambangkan hubungan antar individu, antara
orang tua dan , anak dan anggota masyrakat lainnya. Selain itu struktur rumah
adat ini melambangkan kebesaran sang pencipta.
The best way to play slot machines online - DrMCD
BalasHapusI'm a progressive jackpot 남원 출장안마 player 전주 출장안마 and not just a regular player 포천 출장마사지 but the slot machine player. I 양주 출장마사지 play online slot machine games 바카라사이트 for hours